FILOSOFIS DEVA SIVA dan ATRIBUTNYA
Kepercayaan terhadap Tuhan atau Dewa
telah mempertahankan kebenaran umat manusia selama berabad-abad serta memuja
dewa dan dewi telah memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan jutaan umat
manusia. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, malaikat,
dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam agama Hindu, musuh para Dewa
adalah Asura.
Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Advaita
Vedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai
manifestasi Brahman
dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para Dewa setara derajatnya dengan Dewa
lain. Namun dalam filsafat Hindu Dvata, para
Dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa
tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monotheisme
terhadap Dewa tertentu. Kata “dewa” (deva)
berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam bahasa Latin “deus”
berarti “dewa” dan “divus” berarti bersifat ketuhanan. Dalam bahasa Inggris
istilah Dewa sama dengan “deity”, dalam bahasa Perancis “dieu” dan dalam bahasa
Italia “dio”. Dalam bahasa Lithuania, kata yang sama dengan “deva” adalah
“dievas”, bahasa Latvia: “dievs”, Prussia: “deiwas”. Kata-kata tersebut
dianggap memiliki makna sama. “Devi” (atau Dewi) adalah sebutan untuk Dewa
berjenis kelamin wanita. Para Dewa (jamak) disebut dengan istilah “Devatā”
(dewata).
Dalam kitab suci Reg
Weda, Weda
yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa
tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu
dari ke 33 dewa tersebut adalah Dewa Siwa. Siwa
adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti)
dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu,
Dewa Siwa adalah dewa
pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak
berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Oleh
umat Hindu Bali, Dewa Siwa dipuja di
Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia ke unsurnya, menjadi Panca Maha Bhuta.
Dalam pengider Dewata Nawa
Sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna
panca warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini.
Aksara sucinya I
dan Ya. Ia dipuja di Pura Besakih.
Dalam tradisi Indonesia
lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Batara Guru.
Menurut cerita-cerita keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Dewa Siwa memiliki
putra-putra yang lahir dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Beberapa putra
Dewa Siwa tersebut yakni: Dewa Kumara (Kartikeya), Dewa Kala,
Dewa Ganesa.
Kata
Siva berarti yang memberikan keberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka
memaafkan, menyenangkan, memberi banyak harapan, yang trenang dan membahagiakan
(Monier, 1990:1074). Sang Hyang Siva didalam mengerakkan hukum
kemahakuasaan-Nya didukung oleh sakti-Nya Devi Durga atau Parvati. Hyang Siva
adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur kembali atau dapat disebut aspek pralaya atau pralina dari alam semesta dan segala isinya. Siva yang sangat
ditakuti disebut Rudra, karena suara
yang menggelegar dan menakutkan. Siva yang belum kena pengaruh Maya (berarti sifatnya seprti Guna,Sakti, dan Svabhava)
disebut Parama Siva, dalam keadaan
ini disebut juga Acintyarupa atau Niskala
dan tidak berwujud atau Impersonal God.
Menurut I wayan Maswinara dalam bukunya yang berjudul
Kanda Empat Dewa (Manusia Setengah Dewa Sakti Manderaguna), arti sebenarnya
dari Śiva adalah Alam Semesta ini
“tertidur” setelah pemusnahan dan sebelum siklus penciptaan berikutnya. Semua
yang lahir harus mati. Segala yang dihasilkan harus dipisahkan dan dihancurkan.
Ini merupakan hukum yang tidak dapat dilanggar. Prinsip yang menyebabkan
keterpisahan ini, daya dibalik penghancuran ini adalah Śiva. Tapi sejauh lebih
daripada itu, keterpisahan Alam Semesta berakhir pada pengurangan tertinggi,
menjadi kekosongan tanpa batas. Kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari
keberadaan, dari mana berulang – ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa
batas ini, adalah Śiva. Dengan demikian, walaupun Śiva dilukiskan sebagai yang
bertanggung jawab terhadap penciptaan dan pemeliharaan keberadaan ini. Jadi
Brahma dan Wisnu juga disebut Śiva. Dalam pengertian Kanda Pat Dewa Śiva tidak
lain adalah Brahman itu sendiri, maka wajarlah kalau semua dewa lahir dan lebur
kembali kepada – Nya. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa, “Brahman
datang kepada pemikiran”, Dia tidak dapat dicapai oleh pemikiran. Tetapi
kapankah Dia datang ?. Dia datang pada saat gejolak pemikiran tidak ada lagi.
Dia hanya datang dalam situasi yang dikendalikan oleh Śiva. Seperti yang
dikatakan oleh Mitologi Hindu Śiva adalah pengembara di malam hari. Dia dapat
dihubungi hanya dalam kegelapan malam. Maka pada malam harilah, dan hanya
disitu saja, Śiva menyampaikan isyarat – isyarat, atau ajaran – ajaran rahasia
lewat saktinya Dewi Uma. Dewa Śiva melambangkan aspek dari kenyataan yang
Mutlak (Brahman dalam Upanisad) yang secara terus menerus menciptakan kembali,
dalam siklus proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan dan penciptaan
kembali. Ia menghilangkan kejahatan, menganugrahkan anugrah, memberikan berkah,
menghancurkan ketidakpedulian, dan membangkitkan kebijaksanaan pada
pemujaannya.
Dewa
Śiva digambarkan dalam bentuk manusia. Tubuhnya telanjang dan dipenuhi dengan
abu. Tubuh yang telanjang melambangkan bahwa Ia bebas dari keterikatan pada
benda material didunia, abu melambangkan intisari dari semua benda dan makhluk
didunia. Abu pada tubuh dewa melambangkan bahwa Ia adalah sumber dari seluruh
penciptaan yang berasal dari dalam dirinya. Penampilan Siva, Siva memiliki
rambut ikal yang digelung, berwarna merah. Siva dikenal dengan nama kapardi. Siva juga dikatakan sebagai
Agni. Memiliki 3 mata (Trinetre), Phalanetra, agnilocana, Trolocana dan
lain-lain, dua matanya pada bagian kiri dan kanan melambangkan aktifitas
fisiknya di dunia. Yang ketiga di pusat dahinya yang melambangkan pengetahuan
(jñāna), dan ini disebut dengan mata kebijaksanaan atau pengetahuan. Kekuatan pandangan mata ketiga Śiva
bersifat menghancurkan kejahatan, karena
fakta-fakta diatas maka Siva disebut yang dapat menghancurkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan Agni.
Di
dalam kitab purana kita mendapat
informasi tentang hiasan yang di gunakan
oleh Deva Siwa. Istri para rsi terpikat kepada
siva, yang sekali waktu tampil dengan mengenakan pakaian seperti peminta-minta.
Para rsi sangat marah terhadap siva atas penampilannya itu dan ingin
membunuhnya. Dari lobang yang di gali, muncul seekor harimau. Siva membunuh
harimau itu dan mengambil kulitnya. Seekor menjangan mengikuti harimau dan juga
muncul dari lubang yang sama. Siva memegang binatang itu dengan tangan kirinya.
Selanjutnya muncul dari lubang itu tongkat besi panas berwarna merah. Siva
mengambil tongkat itu dan menjadikan senjatanya. Terahir dari lubang muncul
beberapa ular kobra dan siva mengambil ular dan mengenakan sebagai hiasan.
Suatu hari raksasa bernama Gaya menyamar dalam wujud seekor gajah dan menangkap
seorang pandita yang melarikan diri dan memohon perlindungan di sebuah pura
Siva. Siva muncul dan membunuh gajah tersebut, kemudian mengambil kulitnya
dikenakan di badannya. Suatu hari siva mengenakan beberapa ekor ular sebagai
anting-antingnya, oleh karena itu ia di kenal dengan nama Nagakundala. Śiva
dilambangkan oleh ular di sekitar lehernya. Ular yang terbelit di lehernya
melambangkan kekuatan penghancurnya. Dalam purana yang lain dikatakan juga
bahwa ular tersebut berfungsi untuk mencegah racun yang diminum saat para dewa
dan asura memperebutkan tirtha amertha masuk kedalam tubuh dewa siva. Tasbih
melambangkan sifatnya yang anadi ananta
yakni tidak berawal dan tidak berakhir.
Siva menghancurkan segalanya dengan mebawa
Trisula. Trisula senjata yang utama Siva,
Dalam berbagai gambar Śiva digambarkan memegang Trisula di tangan
belakang, Dewa yang bersenjatakan Trisula
, Brahman yang agung, yaitu Śiva adalah asal mula penciptaan, pemeliharaan, dan
penghancuran, pelenyapan, serta pemberkatan. Tanpa campur tangan beliau maka
tidak seujung rambut pun benda atau makhluk bisa dihancurkan (Śiva Purāṇa
IV.20). Sebuah Trisula memiliki tiga ujung, yang menandakan tiga sifat alam
: sattva (keaktifan), rajas (kegiatan), dan tamas (ketidakaktifan). Trisula
melambangkan bahwa dewa jauh dari jangkauan ketiga sifat alam ini. Trisula juga
melambangkan senjata yang digunkan Dewa untuk menghancurkan kejahatan dan
ketidakpedulian di dunia. Selain trisula
ada pula senjata lain disebut Pinaka, oleh karena itu Siva disebut
dengan nama Pinakapani (Siva yang memegang Pinaka di tangannya). Siva
digambarkan memiliki 2,2,8, dan 10 tangan. Disamping membawa Pinaka, Siva juga
memegang Tongkat yang dinamakan Khatyanga, busur (Ajagava), seekor menjangan,
genitri, tengkorak, damaru (gendang kecil), dan benda-benda suci lainnya
Sebuah
Damaru (kendang kecil) yang
menghasilkan suara yang bergetar. Seperti yang disebut kan dalam kitab Hindu
suara yang bergetar dari suku kata Oṁ yang suci dipercaya sebagai sumber dari
penciptaan. Sebuah damaru pada salah
satu tangan mengandung makna bahwa ia menyangga seluruh ciptaan di tangannya,
mengatur sesuai dengan keinginannya.
Karena
harimau menyimbolkan kekuatan, kulit harimau yang menjadi tempat duduk Dewa
Śiva melambangkan Ia adalah sumber dari kekuatan yang pasti yang Ia kendalikan sesuai
dengan keinginanNya.
Dewi
Gangga dan Ardhacandra (bulan sabit) bertengkar pada kepalanya, oleh karena itu
disebut Gangadhana dan Candracuda. Bulan sabit yang terlihat pada kepala Dewa
Śiva tersebut sebagai hiasan, dan bukan menjadi bagian dari tubuhNya.
Pembahasan dan pengecilan bulan melambangkan siklus waktu dimana penciptaan ada
didalamnya dari awal sampai akhir dan kembali ke awal lagi. Karena Tuhan adalah
Kenyataan yang Abadi, bulan sabit hanyalah hiasan dan bukan bagian penting
diriNya. Bulan juga melambangkan sifat hati seperti cinta, kebaikan, dan kasih.
Bulan sabit yang dekat dengan kepala Dewa memilki makna bahwa seorang pemuja
harus mengembangkan sifat – sifat ini agar dapat lebih dekat dengan Dewa.
Śiva
diambarkan duduk di kuburan, yang melambangkan kemutlakannya untuk
mengendalikan kelahiran dan kematian Seekor sapi, yang dikenal dengan nama
Nandi, yang dihubungkan dengan Śiva dan dikatakan sebagai kendaraannya. Sapi
jantan ini melambangkan kekuatan dan ketidakpedulian. Śiva mengendarai sapi
menandakan bahwa Śiva menghilangkan ketidakpedulian dan menganugerahkan
kekuatan kebijaksanaan pada pemujanya. Sapi dalam Sanskṛtanya Vṛṣa. Dalam bahasa Sanskṛta Vṛṣa juga berarti Dharma (kebenaran).
Sehingga sapi disamping Śiva melambangkan persahabatan abadi dan kebenaran.
Nandi juga melambangkan kesadaran seseorang (sṛṣṭa puruṣa) atau manusia yang sempurna, yang terserap secara
permanen dalam pandangan Kenyataan.
Refrensi:
Bansi,
Pandit. 2006.Pemikiran Hindu. Surabaya:
Paramita.
Gunawan, Pasek I
Ketut. 2012,“Pengantar Bahan Ajar sivashidanta I”. Singaraja:(tidak
diterbitkan)
Sanjaya Oka
Gede. 2010. Siva Purana bagian I. Surabanya: Paramita
Yendra, I
Wayan. 2009. Kanda Empat Dewa. Surabaya: Paramita
www.wikipediaindonesia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar