Rabu, 22 Januari 2014

FILOSOFIS DEVA SIVA dan ATRIBUTNYA


FILOSOFIS  DEVA SIVA dan ATRIBUTNYA
          Kepercayaan terhadap Tuhan atau Dewa telah mempertahankan kebenaran umat manusia selama berabad-abad serta memuja dewa dan dewi telah memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan jutaan umat manusia. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, malaikat, dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam agama Hindu, musuh para Dewa adalah Asura. Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Advaita Vedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para Dewa setara derajatnya dengan Dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dvata, para Dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monotheisme terhadap Dewa tertentu. Kata “dewa” (deva) berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam bahasa Latin “deus” berarti “dewa” dan “divus” berarti bersifat ketuhanan. Dalam bahasa Inggris istilah Dewa sama dengan “deity”, dalam bahasa Perancis “dieu” dan dalam bahasa Italia “dio”. Dalam bahasa Lithuania, kata yang sama dengan “deva” adalah “dievas”, bahasa Latvia: “dievs”, Prussia: “deiwas”. Kata-kata tersebut dianggap memiliki makna sama. “Devi” (atau Dewi) adalah sebutan untuk Dewa berjenis kelamin wanita. Para Dewa (jamak) disebut dengan istilah “Devatā” (dewata).
Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu dari ke 33 dewa tersebut adalah Dewa Siwa. Siwa, , शिव adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Oleh umat Hindu Bali, Dewa Siwa dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia ke unsurnya, menjadi Panca Maha Bhuta. Dalam pengider Dewata Nawa Sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini. Aksara sucinya I dan Ya. Ia dipuja di Pura Besakih. Dalam tradisi Indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Batara Guru. Menurut cerita-cerita keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Dewa Siwa memiliki putra-putra yang lahir dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Beberapa putra Dewa Siwa tersebut yakni: Dewa Kumara (Kartikeya), Dewa Kala, Dewa Ganesa.
Kata Siva berarti  yang memberikan keberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenangkan, memberi banyak harapan, yang trenang dan membahagiakan (Monier, 1990:1074). Sang Hyang Siva didalam mengerakkan hukum kemahakuasaan-Nya didukung oleh sakti-Nya Devi Durga atau Parvati. Hyang Siva adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur kembali atau dapat disebut aspek pralaya atau pralina dari alam semesta dan segala isinya. Siva yang sangat ditakuti disebut Rudra, karena suara yang menggelegar dan menakutkan. Siva yang belum kena pengaruh Maya  (berarti sifatnya seprti Guna,Sakti, dan Svabhava) disebut Parama Siva, dalam keadaan ini disebut juga Acintyarupa atau Niskala dan tidak berwujud atau Impersonal God.
Menurut  I wayan Maswinara dalam bukunya yang berjudul Kanda Empat Dewa (Manusia Setengah Dewa Sakti Manderaguna), arti sebenarnya dari Śiva  adalah Alam Semesta ini “tertidur” setelah pemusnahan dan sebelum siklus penciptaan berikutnya. Semua yang lahir harus mati. Segala yang dihasilkan harus dipisahkan dan dihancurkan. Ini merupakan hukum yang tidak dapat dilanggar. Prinsip yang menyebabkan keterpisahan ini, daya dibalik penghancuran ini adalah Śiva. Tapi sejauh lebih daripada itu, keterpisahan Alam Semesta berakhir pada pengurangan tertinggi, menjadi kekosongan tanpa batas. Kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, dari mana berulang – ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas ini, adalah Śiva. Dengan demikian, walaupun Śiva dilukiskan sebagai yang bertanggung jawab terhadap penciptaan dan pemeliharaan keberadaan ini. Jadi Brahma dan Wisnu juga disebut Śiva. Dalam pengertian Kanda Pat Dewa Śiva tidak lain adalah Brahman itu sendiri, maka wajarlah kalau semua dewa lahir dan lebur kembali kepada – Nya. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa, “Brahman datang kepada pemikiran”, Dia tidak dapat dicapai oleh pemikiran. Tetapi kapankah Dia datang ?. Dia datang pada saat gejolak pemikiran tidak ada lagi. Dia hanya datang dalam situasi yang dikendalikan oleh Śiva. Seperti yang dikatakan oleh Mitologi Hindu Śiva adalah pengembara di malam hari. Dia dapat dihubungi hanya dalam kegelapan malam. Maka pada malam harilah, dan hanya disitu saja, Śiva menyampaikan isyarat – isyarat, atau ajaran – ajaran rahasia lewat saktinya Dewi Uma. Dewa Śiva melambangkan aspek dari kenyataan yang Mutlak (Brahman dalam Upanisad) yang secara terus menerus menciptakan kembali, dalam siklus proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan dan penciptaan kembali. Ia menghilangkan kejahatan, menganugrahkan anugrah, memberikan berkah, menghancurkan ketidakpedulian, dan membangkitkan kebijaksanaan pada pemujaannya.
Dewa Śiva digambarkan dalam bentuk manusia. Tubuhnya telanjang dan dipenuhi dengan abu. Tubuh yang telanjang melambangkan bahwa Ia bebas dari keterikatan pada benda material didunia, abu melambangkan intisari dari semua benda dan makhluk didunia. Abu pada tubuh dewa melambangkan bahwa Ia adalah sumber dari seluruh penciptaan yang berasal dari dalam dirinya. Penampilan Siva, Siva memiliki rambut ikal yang digelung, berwarna merah. Siva dikenal dengan nama kapardi. Siva juga dikatakan sebagai Agni. Memiliki 3 mata (Trinetre), Phalanetra, agnilocana, Trolocana dan lain-lain, dua matanya pada bagian kiri dan kanan melambangkan aktifitas fisiknya di dunia. Yang ketiga di pusat dahinya yang melambangkan pengetahuan (jñāna), dan ini disebut dengan mata kebijaksanaan atau pengetahuan. Kekuatan pandangan mata ketiga Śiva bersifat menghancurkan kejahatan,  karena fakta-fakta diatas maka Siva disebut yang dapat menghancurkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Agni.
Di dalam kitab purana kita mendapat informasi tentang hiasan  yang di gunakan oleh Deva Siwa.  Istri para rsi terpikat kepada siva, yang sekali waktu tampil dengan mengenakan pakaian seperti peminta-minta. Para rsi sangat marah terhadap siva atas penampilannya itu dan ingin membunuhnya. Dari lobang yang di gali, muncul seekor harimau. Siva membunuh harimau itu dan mengambil kulitnya. Seekor menjangan mengikuti harimau dan juga muncul dari lubang yang sama. Siva memegang binatang itu dengan tangan kirinya. Selanjutnya muncul dari lubang itu tongkat besi panas berwarna merah. Siva mengambil tongkat itu dan menjadikan senjatanya. Terahir dari lubang muncul beberapa ular kobra dan siva mengambil ular dan mengenakan sebagai hiasan. Suatu hari raksasa bernama Gaya menyamar dalam wujud seekor gajah dan menangkap seorang pandita yang melarikan diri dan memohon perlindungan di sebuah pura Siva. Siva muncul dan membunuh gajah tersebut, kemudian mengambil kulitnya dikenakan di badannya. Suatu hari siva mengenakan beberapa ekor ular sebagai anting-antingnya, oleh karena itu ia di kenal dengan nama Nagakundala. Śiva dilambangkan oleh ular di sekitar lehernya. Ular yang terbelit di lehernya melambangkan kekuatan penghancurnya. Dalam purana yang lain dikatakan juga bahwa ular tersebut berfungsi untuk mencegah racun yang diminum saat para dewa dan asura memperebutkan tirtha amertha masuk kedalam tubuh dewa siva. Tasbih melambangkan sifatnya yang anadi ananta yakni tidak berawal dan tidak berakhir.
 Siva menghancurkan segalanya dengan mebawa Trisula. Trisula senjata yang utama Siva,  Dalam berbagai gambar Śiva digambarkan memegang Trisula di tangan belakang, Dewa yang bersenjatakan Trisula , Brahman yang agung, yaitu Śiva adalah asal mula penciptaan, pemeliharaan, dan penghancuran, pelenyapan, serta pemberkatan. Tanpa campur tangan beliau maka tidak seujung rambut pun benda atau makhluk bisa dihancurkan (Śiva Purāṇa IV.20). Sebuah Trisula memiliki tiga ujung, yang menandakan tiga sifat alam : sattva (keaktifan), rajas (kegiatan), dan tamas (ketidakaktifan). Trisula melambangkan bahwa dewa jauh dari jangkauan ketiga sifat alam ini. Trisula juga melambangkan senjata yang digunkan Dewa untuk menghancurkan kejahatan dan ketidakpedulian di dunia. Selain trisula  ada pula senjata lain disebut Pinaka, oleh karena itu Siva disebut dengan nama Pinakapani (Siva yang memegang Pinaka di tangannya). Siva digambarkan memiliki 2,2,8, dan 10 tangan. Disamping membawa Pinaka, Siva juga memegang Tongkat yang dinamakan Khatyanga, busur (Ajagava), seekor menjangan, genitri, tengkorak, damaru (gendang kecil), dan benda-benda suci lainnya
Sebuah Damaru (kendang kecil) yang menghasilkan suara yang bergetar. Seperti yang disebut kan dalam kitab Hindu suara yang bergetar dari suku kata Oṁ yang suci dipercaya sebagai sumber dari penciptaan. Sebuah damaru pada salah satu tangan mengandung makna bahwa ia menyangga seluruh ciptaan di tangannya, mengatur sesuai dengan keinginannya.
Karena harimau menyimbolkan kekuatan, kulit harimau yang menjadi tempat duduk Dewa Śiva melambangkan Ia adalah sumber dari kekuatan yang pasti yang Ia kendalikan sesuai dengan keinginanNya.
Dewi Gangga dan Ardhacandra (bulan sabit) bertengkar pada kepalanya, oleh karena itu disebut Gangadhana dan Candracuda. Bulan sabit yang terlihat pada kepala Dewa Śiva tersebut sebagai hiasan, dan bukan menjadi bagian dari tubuhNya. Pembahasan dan pengecilan bulan melambangkan siklus waktu dimana penciptaan ada didalamnya dari awal sampai akhir dan kembali ke awal lagi. Karena Tuhan adalah Kenyataan yang Abadi, bulan sabit hanyalah hiasan dan bukan bagian penting diriNya. Bulan juga melambangkan sifat hati seperti cinta, kebaikan, dan kasih. Bulan sabit yang dekat dengan kepala Dewa memilki makna bahwa seorang pemuja harus mengembangkan sifat – sifat ini agar dapat lebih dekat dengan Dewa.
Śiva diambarkan duduk di kuburan, yang melambangkan kemutlakannya untuk mengendalikan kelahiran dan kematian Seekor sapi, yang dikenal dengan nama Nandi, yang dihubungkan dengan Śiva dan dikatakan sebagai kendaraannya. Sapi jantan ini melambangkan kekuatan dan ketidakpedulian. Śiva mengendarai sapi menandakan bahwa Śiva menghilangkan ketidakpedulian dan menganugerahkan kekuatan kebijaksanaan pada pemujanya. Sapi dalam Sanskṛtanya Vṛṣa. Dalam bahasa Sanskṛta Vṛṣa juga berarti Dharma (kebenaran). Sehingga sapi disamping Śiva melambangkan persahabatan abadi dan kebenaran. Nandi juga melambangkan kesadaran seseorang (sṛṣṭa puruṣa) atau manusia yang sempurna, yang terserap secara permanen dalam pandangan Kenyataan.
Refrensi:
Bansi, Pandit. 2006.Pemikiran Hindu. Surabaya: Paramita.
Gunawan, Pasek I Ketut. 2012,“Pengantar Bahan Ajar sivashidanta I”. Singaraja:(tidak diterbitkan)
Sanjaya Oka Gede. 2010. Siva Purana bagian I. Surabanya: Paramita
Yendra, I Wayan. 2009. Kanda Empat Dewa. Surabaya: Paramita
www.wikipediaindonesia.org



Tidak ada komentar:

Posting Komentar